Bisnis · December 8, 2024 0

Strategi Menyeimbangkan Pemajuan Ekonomi dan Transisi Energi

Strategi Menyeimbangkan Pemajuan Ekonomi – Transisi energi menjadi sebuah keharusan global, termasuk bagi Indonesia yang telah menunjukkan komitmennya dengan meratifikasi Perjanjian Paris (Paris Agreement) sejak 2016. Perjanjian ini bertujuan untuk menjaga kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat Celsius dan berupaya membatasinya hingga 1,5 derajat Celsius dibandingkan dengan masa pra-industri. Dalam kerangka ini, Indonesia diharapkan berkontribusi dengan mengurangi emisi karbon secara signifikan dan beralih dari sumber energi fosil menuju energi terbarukan.

Namun, upaya ini memerlukan keseimbangan antara mendorong pertumbuhan ekonomi dan menjalankan agenda transisi energi. Sebagai negara dengan populasi besar dan ekonomi berkembang, Indonesia menghadapi tantangan untuk menjaga stabilitas pembangunan ekonomi sambil mengurangi ketergantungan pada energi berbasis fosil. Inilah yang menjadikan transisi energi bukan hanya sebuah kewajiban lingkungan, tetapi juga peluang strategis untuk menciptakan model ekonomi yang berkelanjutan.

Transisi Energi Indonesia: Menyeimbangkan Ekonomi dan Keberlanjutan

Indonesia, sebagai negara dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, menghadapi tantangan besar dalam menjalankan transisi energi seraya mempertahankan pertumbuhan ekonomi. Dengan meratifikasi Perjanjian Paris dan menetapkan target Enhanced-Nationally Determined Contribution (E-NDC), Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi karbon sebanyak 912 juta ton CO2 pada 2030 dan mencapai net zero emissions (NZE) pada 2060.

Potensi Energi Baru dan Terbarukan (EBT)

Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT), dengan total kapasitas mencapai 3.687 gigawatt. Potensi ini meliputi:

  • Energi surya: 2.898 GW
  • Energi angin: 589 GW
  • Energi hidro: 94,6 GW
  • Panas bumi (geothermal): 23,4 GW
  • Biofuel: 50 GW

Selain itu, cadangan mineral seperti nikel, bauksit, dan batu bara memberikan nilai tambah besar bagi perekonomian. Pada 2023, sektor mineral dan batu bara berkontribusi Rp2.198 triliun terhadap PDB Indonesia, namun juga menjadi penyumbang signifikan emisi karbon.

Strategi Transisi Energi

Menyadari tantangan ini, pemerintah Indonesia menetapkan strategi transisi bertahap melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Targetnya adalah mencapai bauran energi nasional yang terdiri dari:

  • 48% energi fosil
  • 52% energi baru terbarukan pada 2030

Langkah-langkah strategis mencakup:

  1. Co-firing batu bara dengan biomassa di PLTU untuk meningkatkan kontribusi EBT.
  2. Pemanfaatan batu bara cair dan gas untuk mengoptimalkan batu bara kalori rendah.
  3. Hilirisasi mineral seperti nikel untuk baterai kendaraan listrik dan batu bara untuk metanol serta dimethyl ether (DME), menggantikan LPG.

Tantangan dan Peluang

Transisi energi membutuhkan investasi besar, sekitar USD 1 triliun (Rp15.439 triliun). Namun, langkah ini menghadirkan peluang untuk menciptakan ekonomi berkelanjutan dan meningkatkan daya saing Indonesia di pasar global. Dengan inovasi dan adaptasi teknologi, Indonesia dapat menjadi model transisi energi yang efektif di antara negara-negara berkembang.

Menuju Masa Depan Berkelanjutan

Dengan strategi transisi energi yang terencana, komitmen terhadap hilirisasi, dan pemanfaatan potensi lokal, Indonesia berada di jalur untuk menciptakan ekonomi yang inklusif dan rendah karbon. Ini bukan hanya kewajiban global, tetapi juga warisan berharga bagi generasi mendatang. Langkah ini mencerminkan visi Indonesia sebagai bangsa yang maju secara ekonomi, berpikir global, dan menjaga kelestarian lingkungan.

 

Baca juga artikel kesehatan lainnya.